Februari 12, 2025

Sejarah Film Indonesia 1900-1950: Perjalanan Panjang Sinema

Film Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan penuh warna. Dalam rangka menyambut perayaan Hari Film Nasional yang akan tiba pada tanggal 30 Maret, mari kita melaksanakan perjalanan singkat kembali ke masa lalu dan menjelajahi sejarah film Indonesia 1900-1950.

Inilah cerita menarik tentang bagaimana perfilman Indonesia tumbuh dan berkembang dari sebelum tahun 1900 sampai tahun 1950.

Sebelum 1900: Berawal dari Seni Pertunjukan

Sebelum film menjadi medium hiburan utama, masyarakat Indonesia menghibur diri dengan jarsessions.com pertunjukan panggung. Pertunjukan hal yang demikian dikenal dengan sebutan “Toneel Melajoe” atau, setelahnya, “Komedi Stamboel.” Banyak dari cerita-cerita ini berlatar belakang Istanbul yang menjadi populer di kalangan penonton.

1900: Pemutaran Film Pertama

Pada tahun 1900, hanya lima tahun setelah media film dipersembahkan di Prancis oleh Lumiere Bersaudara, Indonesia menyaksikan pemutaran film pertama. Pemutaran ini terjadi di Batavia (kini Jakarta). Film yang diputar adalah dokumenter perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag.

1903: Kemunculan Bioskop Pertama

Tiga tahun kemudian, rumah seorang pengusaha diubah menjadi bioskop pertama di Indonesia yang diberi nama “The Royal Bioscoope.” Film-film cerita mulai diimpor dari Amerika Serikat beberapa tahun setelahnya.

1926: Coba-Coba Bikin Film

Tahun 1926, Indonesia alhasil menjadikan film pertamanya. Sutradara Belanda bernama L. Heuveldorp menjadikan film berjudul “Loetoeng Kasaroeng.” Film ini diproduksi oleh perusahaan “Java Film Company” dan diputar perdana di Bandung.

1926-1942: Ramai-Ramai Produksi Film

Sesudah kesuksesan “Loetoeng Kasaroeng,” beraneka produser datang dan mendirikan perusahaan film di Indonesia. Di antaranya adalah Nelson Wong, seorang produser film Tiongkok yang mendirikan “Wong Brothers,” serta dua adiknya, Joshua & Otniel Wong, yang mendirikan “Halimoen Films.”

1931: Sineas Tionghoa Indonesia

Hampir 20 tahun sebelum Usmar Ismail menjadikan film “Darah dan Doa,” seorang sineas Tionghoa Indonesia bernama The Teng Chun menjadikan film “Boenga Roos dari Tjikembang,” yang mengisahkan kehidupan dua generasi etnis Tionghoa di Hindia Belanda.

1937: Film Jelas Boelan

Tahun 1937 menjadi momen penting dalam sejarah perfilman Indonesia. Sutradara kelahiran Belanda, Albert Balink, menjadikan film “Jelas Boelan,” yang berhasil secara komersial. Sejarawan Misbach Yusa Biran menyebut film ini sebagai titik tolak perkembangan perfilman Indonesia.

1942-1945: Film Propaganda Jepang

Selama pendudukan Jepang di Hindia Belanda, film dipakai sebagai alat propaganda. Ini menyebabkan penurunan produksi film lokal. Padahal demikian, beberapa penggiat seni, termasuk Usmar Ismail, mendirikan klasifikasi-klasifikasi sandiwara.

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.