Studi film selalu berfokus pada laki-laki karena laki-laki telah menguasai beberapa besar aspek film, sejak menjadi bisnis yang menguntungkan di AS pada awal-awal era bioskop.
Memandang hasil jajak pendapat bioskop dunia BBC Culture, ada satu faktor paling mengagetkan.
Sebanyak 209 kritikus mengirim 10 besar film berbahasa asing versi mereka. 94 di antara mereka adalah perempuan, namun hanya ada empat sutradara perempuan di pucuk pimpinan di 100 besar: Chantal Akerman (Jeanne Dielman, 23 Commerce Quay, 1080 Brussels), Claire Denis (Beau Travail), Agnès Varda (Cleo from 5 to 7), dan Katia Lund (sutradara dari City of God).
Sementara itu, ada lebih banyak film di daftar 100 besar yang disutradarai oleh pria bernama Jean – tujuh film – daripada jumlah film yang disutradarai oleh wanita.
Hasil yang mengganggu ini memposisikan diskusi seputar kelangkaan pembuat film perempuan dalam konteks yang lebih luas: dengan makin sedikitnya perempuan yang menjadi sutradara film, perempuan berisiko dikeluarkan dari sejarah perfilman.
akta bahwa demikian itu sedikit sutradara perempuan yang berhasil mencapai puncak jajak pendapat tak mengagetkan saya,\\\” kata Gabrielle Kelly, Screenwriting Faculty di AFI, dan penulis dan editor Celluloid Ceiling: Women Film Directors Breaking Through.
Studi film selalu berfokus pada laki-laki karena laki-laki telah menguasai beberapa besar aspek film, sejak itu menjadi bisnis yang menguntungkan di AS pada awal-awal era bioskop.”
Ini permasalahan volume,” kata produser Deborah Calla, Ketua Komite Keragaman dari Persatuan Produser Amerika, dan penasehat Institut Geena Davis.
Ada lebih sedikit film yang disutradarai oleh perempuan, jadi ada lebih sedikit film yang disutradarai oleh perempuan yang memenangkan penghargaan atau dipilih oleh festival. Para sutradara perempuan hasilnya memiliki jejak yang lebih kecil. ”
Perempuan tak kelihatan
Pandangan ini didorong oleh angka yang solid dari beberapa penelitian.
Laporan 2017 oleh Pusat Studi Perempuan di TV & Film menunjukkan bahwa 23 festival utama dalam jangka waktu 2016-2017 menyaring rata-rata enam film layar lebar yang disutradarai oleh perempuan, lebih sedikit dibanding rata-rata 18 film yang disutradarai oleh laki-laki.
Pada jangka waktu yang sama, dalam festival AS, rata-rata ada 13 film dokumenter yang disutradarai oleh pria, sementara tujuh film yang disutradarai oleh wanita.
Kelangkaan menyebabkan mereka tak kelihatan, dan itu menyebabkan lebih banyak kelangkaan – dan dengan demikian sejarah sinema wajib ditulis dan diajari dengan sedikit atau tanpa perempuan di dalamnya.
Pada hasilnya, apa yang Anda miliki adalah kumpulan film yang memenuhi persyaratan untuk kesuksesan fandom dan finansial dan yang tak termasuk film-film yang disutradarai oleh perempuan,” kata Heidi Honeycutt, Kepala Bagian Nightfall, LA Film Festival.
Sebab itu, ada lebih banyak film yang disutradarai oleh pria yang mendapatkan pengakuan di segala dunia.\\\”
Mungkin tak ada banyak film oleh sutradara-sutradara perempuan di posisi 100 besar, namun pandangan sekilas pada kertas bunyi para kritikus menyuarakan banyak film hebat lainnya yang wajib mendapatkan perhatian lebih: La Ciénaga (2002) karya Lucrecia Martel yang memotret Argentina yang bermotivasi dari borjuasi Amerika Latin.
Kemudian film Daisies (1966) karya Vera Chytilová, sebuah ode feminis Cekoslowakia untuk tenaga perempuan muda, yang dilarang di negaranya sendiri; animasi Persepolis (2007) karya Marjane Satrapi (dan Vincent Paronnaud), yang rekonstruksi masa kecilnya di Teheran dalam masa perubahan besar. Dan lebih banyak lagi.
Siapa yang tahu berapa banyak dari mereka akan berada di daftar seperti ini dalam satu atau dua dekade?
Memang, dekade pertama bioskop dihuni oleh perempuan. Pada akhir abad ke-19 Prancis, Alice Guy-Blaché menjadi tak hanya sutradara perempuan pertama , namun juga sutradara film naratif pertama.
Ia akan tetap menjadi satu-satunya sutradara perempuan di dunia sampai awal abad ke-20, saat puluhan wanita mengambil inovasi baru dengan penuh gairah: di AS ada Lois Weber, Mabel Normand, Taman Ida May, dan Ida Lupino), sementara di Eropa ada Louise Kolm-Fleck, Kotak Muriel, Germaine Dulac, Marie Louise Droop, Elvira Notari, dan Olga Preobrazhenskaia).
Kecuali itu, di Amerika Latin ada Carmen Santos, Gilda de Abreu, Mimi Derba, Adriana dan Dolores Herlers, Candida Beltrán Rendón, Gabriela von Bussenius Vega.
Tapi, seiring berkembangnya bioskop dari hal-hal baru ke bisnis perfilman, perempuan didorong keluar dari studio.
Kecuali aktris,” kata Honeycutt, “perempuan dihalangi dari peran aktif dalam pembuatan film sampai tahun 1960-an mengguncang pelbagai hal melalui pembongkaran metode studio, penciptaan jalur baru distribusi film, efek berkurangnya Kode Hays, dan hak-hak sipil dan gerakan hak-hak perempuan.”
Sebelum itu, tak ada perempuan yang menasehati apa bahkan sejak tahun 1920-an. Tapi, secara lazim, perempuan tak lazim berada di banyak industri roulette online yang makmur dan bergaji tinggi. Mereka juga dihalau dari, Anda tahu, menjadi astronot atau spesialis bedah. \\\”
Bahkan perempuan yang berhasil menerobos pada paruh kedua abad ke-20 datang melawan rintangan-rintangan monumental: pendanaan, sebagai awal.
Apabila seorang sutradara berhasil mengumpulkan pembiayaan untuk satu film, itu umumnya hanya bisa dia peroleh,” kata Calla.
Ada sejumlah statistik yang mendorong hal itu – kebanyakan wanita yang menasehati satu film tak menasehati yang kedua, atau yang ketiga. Sangat sulit bagi seorang sutradara perempuan untuk mewujudkan karya. \\\”
Salah satu statistik semacam itu, menurut sebuah penelitian dari Universitas Southern California, 80 persen sutradara perempuan hanya membikin satu film pada jangka waktu 2007 sampai 2016, sementara 54,8 persen sutradarar laki-laki stop di hanya satu film selama jangka waktu yang sama.
Tapi bias ini tak khusus untuk film yang tak berbahasa Inggris. Berdasarkan laporan yang ditampilkan di Celluloid Ceiling, sesungguhnya lebih gampang bagi seorang sutradara wanita untuk membikin filmnya di Iran daripada di Amerika Serikat.
AS memiliki industri seni yang beberapa besar diprivatisasi yang tertutup bagi kebanyakan orang,” kata Honeycutt.
Di beberapa besar negara-negara dunia lainnya, ada hibah film dan seni yang disponsori pemerintah yang memberdayakan warga untuk membikin film tanpa penghambat gerbang korporasi. Perempuan memiliki peluang berbeda di negara-negara yang tak mereka miliki di Amerika Serikat. ”
Ada jalan panjang di depan, namun hal-hal mulai membaik untuk pembuat film perempuan.
Dalam pengevaluasiannya seputar film Cléo from 5 to 7 karya Agnes Varda, kritikus film Roger Ebert menutlis:
Varda kadang-kadang disebut sebagai ibu baptis dari genre French New Wave. Aku telah bersalah atas hal itu. Tak ada yang lebih tak adil. Varda adalah jiwanya, dan hanya fakta bahwa dia adalah seorang perempuan, saya takut, mencegahnya secara rutin termasuk dengan Godard, Truffaut, Resnais, Chabrol, Rivette, Rohmer dan dalam hal ini suaminya Jacques Demy.”
Tapi itu berubah. Dalam dekade terakhir, Varda telah menerima banyak penghargaan. Pada 2017, dia diberi penghargaana kehormatan dari Academy Award, membuatnya sebagai sutradara perempuan pertama yang dipuji oleh Oscar dengan metode ini. Dan Cléo from 5 to 7 berada di nomor 44 di daftar BBC Culture.